Beranda | Artikel
Keutamaan Sepuluh Hari Terakhir Ramadhan
Jumat, 8 Juni 2018

Bersama Pemateri :
Syaikh `Abdurrazzaq bin `Abdil Muhsin Al-Badr

Keutamaan Sepuluh Hari Terakhir Ramadhan adalah bagian dari ceramah agama dan kajian Islam dengan pembahasan kitab Wa Ja a Syahru Ramadhan, sebuah kitab buah karya Syaikh Prof. Dr. ‘Abdurrazzaq bin ‘Abdil Muhsin Al-‘Abbad Al-Badr. Pembahasan ini juga disampaikan oleh: Syaikh Prof. Dr. ‘Abdurrazzaq bin ‘Abdil Muhsin Al-‘Abbad Al-Badr pada 18 Ramadhan 1439 H / 03 Juni 2018 M.

Download kajian sebelumnya: Puasa Ramadhan Mengangkat Derajat

Kajian Tentang Keutamaan Sepuluh Hari Terakhir Ramadhan – Kitab Wa Ja a Syahru Ramadhan

Sesungguhnya bulan ramadhan yang penuh berkah ini adalah bulan yang seluruh hari-harinya adalah hari-hari yang berkah, hari-hari yang penuh rahmah baik itu siangnya maupun malamnya. Dan sepuluh terakhir di bulan ramadhan mempunyai keistimewaan yang lebih dari pada hari-hari yang lainnya di bulan ramadhan. Oleh karena itu Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam dan sahabat-sahabat beliau, mereka semua mengagungkan sepuluh terakhir di bulan ramadhan dan bersungguh-sungguh lebih banyak dari pada hari-hari lainnya. Imam Ahmad Rahimahullah dalam musnadnya juga Imam Muslim dalam kitab shahihnya meriwayatkan:

عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهَا قَالَتْ: – كَانَ رَسُولُ اَللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – إِذَا دَخَلَ اَلْعَشْرُ -أَيْ: اَلْعَشْرُ اَلْأَخِيرُ مِنْ رَمَضَانَ- شَدَّ مِئْزَرَهُ, وَأَحْيَا لَيْلَهُ, وَأَيْقَظَ أَهْلَهُ – مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ

Dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, ia berkata, “Dahulu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersungguh-sungguh di 10 terakhir di bulan Ramadhan lebih dari pada bersungguh-sungguhnya beliau di hari-hari lainnya.” (HR. Muslim dan Ahmad)

Juga Imam Al-Bukhari dan Imam Muslim meriwayatkan dari sahabat ‘Aisyah Radhiyallahu ‘Anha bahwasannya “dahulu Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam apabila telah masuk 10 terakhir beliau mengencangkan ikat pinggangnya, menghidupkan malam-malamnya dan membangunkan keluarganya.”  (HR. Bukhari dan Muslim).

Mengencangkan ikat pinggang

Arti dari perkataan ‘Aisyah Radhiyallahu ‘Anha bahwasannya beliau “mengencangkan ikat pinggangnya” yaitu beliau bersungguhn-sungguh dalam beribadah dan menjauhi istri-istrinya. Beliau tidak berhubungan badan dengan mereka di malam-malam sepuluh terakhir dan sibuk bermunajat kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, beribadah kepadaNya dan meninggalkan apa yang Allah Subhanahu wa Ta’ala halalkan baginya di malam-malam Ramadhan karena sibuk untuk beribadah dan melakukan ketaatan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala karena mengharap pahala yang besar di sepuluh terakhir, juga agar mendapatkan keutamaan malam Lailatul Qadar.

Menghidupkan 10 hari terakhir Ramadhan

Adapun arti dari perkataan ‘Aisyah Radhiyallahu ‘Anha, “beliau menghidupkan malam-malamnya” yaitu beliau tidak tidur karena sibuk beribadah dan menghidupkan malam-malam beliau dengan ibadah kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Beliau senantiasa sibuk beribadah, mendekatkan diri kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Karena ketahuilah bahwasannya tidur adalah saudara dari kematian. Dan tidak akan hidup ruh seorang, juga tidak akan hidup badan seseorang, juga waktu-waktunya dan umurnya tidak dikatakan hidup kecuali dengan ketaatan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Karena inilah kehidupan yang sebenarnya. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

أَوَمَن كَانَ مَيْتًا فَأَحْيَيْنَاهُ وَجَعَلْنَا لَهُ نُورًا يَمْشِي بِهِ فِي النَّاسِ كَمَن مَّثَلُهُ فِي الظُّلُمَاتِ لَيْسَ بِخَارِجٍ مِّنْهَا ۚ

Apakah orang yang mati kemudian Kami hidupkan dan Kami berikan kepadanya cahaya yang dia berjalan dengannya di tengah manusia, perumpamaannya seperti orang yang berjalan di tengah kegelapan dan dia tidak mampu untuk keluar dari kegelapan tersebut.” (QS. Al-An’am[6]: 122)

Dalam ayat ini Allah Subhanahu wa Ta’ala menamakan jasad-jasad itu sebagai orang yang mati padahal mereka berjalan di atas muka bumi, makan dan minum. Hal itu disebabkan karena mereka jauh dari keimanan dan ketaatan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala bahkan mereka sibuk melakukan maksiat, kefasikan dan kedzaliman.

Membangunkan istri-istri beliau

Arti dari perkataan ‘Aisyah, “beliau membangunkan istri-istrinya” yaitu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam membangunkan keluarganya untuk shalat dan beribadah kepada Allah di malam-malam sepuluh terakhir ini. Dan ini menunjukkan kesempurnaan perhatian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada keluarganya dan bagaimana beliau menjaga tanggung jawab yang Allah subhanahu wa ta’ala bebankan kepadanya. Ini juga menunjukkan semangat beliau menunjukkan kepada kebaikan dan seorang yang menunjukkan kepada kebaikan maka mendapatkan pahala seperti orang yang melakukannya. Disamping dia akan mendapatkan pahala ibadah yang ia lakukan sendiri.

Dalam hadits ini juga ada makna bahwa umat ini dianjurkan untuk mengikuti jejak Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Yaitu untuk memperhatikan anak-anak mereka, terutama di bulan yang mulia ini mereka diperintahkan untuk mengawasi ibadah anak-anak mereka dan untuk menganjurkan kepada mereka agar senantiasa beribadah kepada Allah subhanahu wa ta’ala. Juga agar mereka selalu memberikan motivasi kepada anak-anak mereka agar mereka bersemangat dalam beribadah kepada Allah subhanahu wa ta’laa.

I’TIKAF

Maksud dari i’tikaf yaitu seorang memutuskan hubungan dari seluruh manusia agar ia konsentrasi beribadah kepada Allah subhanahu wa ta’ala di masjid dari masjid-masjid Allah subhanahu wa ta’ala dengan harapan mendapatkan karunia dan pahala dari Allah subhanahu wa ta’ala. Juga dengan harapan mendapatkan malam Lailatul Qadar. Oleh karena itu, seharusnya bagi orang yang beri’tikaf untuk menyibukkan diri dengan berdzikir, membaca Al-Qur’an, shalat dan beribadah serta menjauhi apa yang tidak penting dari obrolan-obrolan tentang dunia. Dan tidak mengapa seseorang berbicara tentang pembicaraan yang diperbolehkan bersama keluarganya atau selainnya untuk suatu kemaslahatan.

Simak Penjelasan Lengkap dan Downlod MP3 Ceramah Agama Tentang Keutamaan Sepuluh Hari Terakhir Ramadhan – Kitab Wa Ja a Syahru Ramadhan


Artikel asli: https://www.radiorodja.com/31309-keutamaan-sepuluh-hari-terakhir-ramadhan/